Disiplin Positif Melalui Keyakinan Kelas

Judul diatas bisa dijabarkan supaya lebih kongkrit dengan judul "Menjalankan keyakinan kelas untuk menumbuhkan disiplin positif murid".

Saya mengutip kata merdeka menurut Ki Hajar Dewantara:

" Merdeka itu artinnya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri" pada kalimat memerintah diri sendiri itu dapat terjedi jika memiliki nilai-nilai kebajikan yang di-yakini, sehingga merdeka dalam belajar bisa terwujud, Jika kembali kepada makna disiplin yang diambil dari Bahasa latin "disiplina" yang artinya belajar, sedangkan positif itu sendiri adalah nilai-nilai kebajikan yang menjadi keyakinan, maka merdeka belajar dan disiplin positif adalah sinonim yang memiliki syarat makna yang sama.

Disiplin erat kaitannya dengan belajar sedangkan kata merdeka dan positif erat kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan. Kemudian Merdeka belajar dan disiplin positif berjalan seirama untuk menumbuhkan motivasi intrinsik pada murid ketika melakukan kedisiplinan dan/atau menyelesaikan ketidakdisiplinan. Untuk menjabarkan disiplin positif melalui keyakinan kelas kira-kira seperti berikut ini:

Perhatikan peta konsep berikut ini:

Konsep Penerapan Disiplin Positif
Gambar 1: Peta Konsep Penerapan Disiplin Positif

Penjelasannya seperti berikut ini:

  1. Kesepatakan Kelas
  2. Melalui kesepakatan kelas seorang pendidik dengan murid bisa bersama-sama untuk saling bertukar pendapat dengan melibatkan siswa secara penuh untuk membentuk peraturan kelas yang nantinya disepakati bersama, kemudian rubah kalimat negatif menjadi kalimat positif pada peraturan misalkan:

    Tabel konversi

    Kemudian Lakukan Konversi dari Peraturan menjadi nilai-nilai kebajikan, misalkan seperti berikut:

    Tabel konversi dari Peraturan ke Nilai-nilai keyakinan kelas

    Sehingga dari nilai-nilai kebajikan diatas bisa lebih ditekankan menjadi:
    Disiplin, Saling Menghormati, Bertanggung Jawab, Bekerja, Sopan, Tertib

  3. Sangat Dinamis
  4. Peraturan kelas bersifat sangat dinamis bisa dirubah sesuai dengan isu kelas yang terjadi, sehingga perlu ditambah, dikurangi, atau direvisi. Sering-seringlah untuk menyampaikannya diawal pembelajaran dan tawarkan perubahan jika memang diperlukan.

  5. Nilai Keyakinan Kelas
  6. Nilai keyakinan ini bisa ditentukan berdasarkan kasus dikelas atau sekolah, dalam mengambil nilai-nikai kebajikan dengan memperhatikan enam institusi dunia dan 5 kebutuhan manusia, enam institusi tersebut adalah profil pelajar Pancasila, IBO Primary years Program, Sembilan pilar Karakter(Indonesian Hentage Foundation/IHF), Petunjuk seumur hidup dan keterampilan hidup, The Seven Essential Virtues, Projek Nilai-nilai kebajikan, sedangkan 5 kebutuhan manusia adalah bertahan hidup, kesenangan, kebebasan, relasi, dan kekuasaan.

    Sebgai penidik bisa menyampaikan bahwa setiap perilaku yang dilakukan murid di sekolah/kelas adalah karena atas dasar nilai keyakinan kelas yang telah disepakati bersama, bukan karena hal yang lain, misalkan datang terlambat bukan karena untuk menghindari hukuman, tetapi karena keyakinan kelas yaitu nilai disiplin.

  7. Merubah Penghargaan menjadi Apresiasi kebajikan
  8. Bukan tidak boleh memberi penghargaan kepada murid hanya saja ini bersifat jangka pendek, mulailailah untuk merubahnya menjadi apresiasi kebajikan, misalkan:

    Memberi bintang atau point bagi murid yang mahu membantu temannya dirubah menjadi kalimat apresia "saya menghargai kepedulianmu pada saat kamu membantu teman-temanmu ketika tugas kelompok".

  9. Penyelesaian kasus berdasarkan segitiga restitusi
  10. Dalam menangani ketidakdisiplinan siswa di sekolah/kelas seringkali pendidik memposisikan diri entah itu sebagai penghukum, pelaku merasa bersalah, teman, pemanatau dan manajer.

    Dalam teori control/pilihan menurut Dr. William Glasser bahwa "setiap perilaku memiliki tujuan dan anda tidak bisa mengontrol orang lain", supaya orang lain bisa dikontrol maka dengan memenuhi kebutuhannya yaitu apakah kebutuhan bertahan hidup, kesenangan, kebebasan, relasi, atau kekuasaan.

    Jika murid menginginkan kesenangan maka berikan toleransi berupa kesalahan wajar, jika kebebasan maka berikan pilihan yang bervariasi, jika relasi maka ajak berdiskusi untuk lebih terbuka dengan orang dewasa suapaya mendapatkan solusi dan pengalaman, jika kekuasaan maka berikan pengakuan, meskipun bisa dikontrol karena kebutuhannya terpenuhi mereka tetap secara bawaan tidak ingin dikontrol dalam waktu yang lama.

    Jika murid melakukan kedisiplinan maka perhatikan teori motivasi, apakah motivasinya ekstrinsik atau intrinsik, jika siswa melakukan kedisiplinan karena untuk menghindari hukuman, ketidaknyamaan atau penghargaan maka motivasinya ekstrinsik, jika murid melakukan kedisiplinan karena untuk menghargai dirinya sendiri maka motivasinya intrinsik, motivasi intrinsik inilah yang menjadi tujuan disiplin positif.

    Jika murid melakukan ketidakdisiplinan maka tawarkan restitusi untuk menghasilkan disiplin positif, untuk memaksimalkan proses restitusi gunakan tahapan segitiga restitusi.

    Segitiga REstitusi

    Ketika murid mendapatkan restitusi maka diharapkan murid kembali dengan identitas sukses dan menyelesaikan permasalahannya sendiri atas dasar nilai keyakainan diri.

Murid disekolah ada yang melakukan kedisiplinan ada yang melakukankan ketidakdisiplinan, ketika disiplin arahkan pada motivasi intrinsik, ketika tidak disiplin tawarkan restitusi, motivasi intrinsik dan restitusi menghasilkan disiplin positif pada murid, motivasi intrinsik dipertebal dengan keyakinan kelas, sedangkan restitusi dipertebal dengan 5 posisi control sebagai manajer, kedua tindakan murid yang disiplin dan yang tidak disiplin muaranya diarahkan pada hal positif untuk menghargai dirinya sendiri melalui nilai keyakinan diri atau keyakinan kelas yang telah disepakati.

Sebagai catatan bahwa upayakan hukuman dirubah menjadi konssekuensi dan penghargaan dirubah menjadi apresiasi kebajikan, kemudian hal yang positif jangan dikonotasikan sebagai hukuman tetapi pembiasaan.

Perhatikan tabel peta konsep berikut:

Tabel Peta Konsep

Keterangan Tabel:

Penghukum atau hukuman seringkali menyakitkan dan tidak sesuai dengan kesalahan/ketidaksiplinan murid yang dilakukan, misalnya tidak memakai seragram lengkap disuruh push up 30 kali, maka supaya tepat arahkan pada konsekuensi misalnya disuruh beli atribut yang tidak lengkap ke kopses, jika karena alasan lupa maka bisa minta keluarganya untuk mengantarkan atribut yang belum dilengkapi, posisi pelaku merasa bersalah seringkali murid menjadikan dunia berkualitasnya adalah karena pendidik mendapatkan akibat buruk ketidakdisplinannya sehingga murid merasa rendah diri, kemudian posisi teman seringkali murid ketergantungan karena ada nilai imbalan yang ditawarkan, kemudian posisi sebagai pemantau seringkali ketika melakukan kesalahan atas dasar jumlah/hitungan sudah berapa kali, ke-empat posisi tersebut belum bisa menghasilkan disiplin positif, sehingga posisi manajer memberikan solusi atas ketidakdisiplinan murid dengan menawarkan restitusi.

Appendix

Jika kalian ingin bertanya, saya @saifulindo ada di Twitter.