Interaksi Mukmin dan Dunia: 5 Prinsip Batin untuk Meluruskannya

Rangkuman Poin Kajian Ustadz Ammi

Flayer Kajian Antara Mukmin dan Dunia

Kita sering kali mengkaji tema-tema tentang zuhud, qanaah, dan bagaimana seorang mukmin harus bersikap terhadap dunia. Namun, seringkali kita merasa berat untuk mengamalkannya. Kita merasa lebih bahagia ketika mendapat harta daripada ketika mendapat ilmu.

Mengapa demikian? Karena interaksi kita dengan dunia lebih dominan berkaitan dengan amalan batin (suasana hati), bukan sekadar hukum halal-haram.

Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memiliki hati terbaik. Ketika turun ayat Al-Qur'an, mereka dalam posisi "siaga amal"—siap untuk langsung diamalkan. Seperti kisah Abu Thalhah yang langsung mewakafkan kebun Bairuha, harta yang paling dicintainya, begitu mendengar ayat Lan tanalul birra hatta tunfiqu mimma tuhibbun.

Sikap kita seringkali berbeda. Kita mengkaji ilmu hanya sebatas ingin tahu (kepo) atau untuk wawasan, bukan untuk diamalkan. Untuk memperbaiki ini, berikut adalah 5 prinsip batin yang harus dibangun seorang mukmin dalam interaksinya dengan dunia.

1. Keyakinan Penuh Bahwa Rezeki Telah Ditetapkan

Prinsip pertama adalah menanamkan keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan jatah rezeki setiap hamba.

2. Sadar Konsekuensi Akhirat dari Urusan Dunia

Seorang mukmin wajib sadar bahwa setiap aktivitas dunia—terutama muamalah dan mencari harta—memiliki konsekuensi langsung di akhirat. Ini bukan semata domain dunia.

3. Larangan Bangga (Farah) Terhadap Dunia

Tantangan terbesar hati adalah al-farah, yaitu rasa bangga dan terlalu gembira dengan kenikmatan dunia. Inilah lawan dari zuhud.

4. Solusinya Adalah Zuhud (Amalan Hati)

Zuhud bukanlah soal kaya atau miskin, karena zuhud adalah amalan batin. Nabi Sulaiman adalah raja yang kaya raya, namun beliau zuhud.

5. Ubah Potensi Menjadi Prestasi (Kemanfaatan)

Allah memberi kita berbagai kelebihan: ada yang diberi potensi pintar, ada yang kaya, ada yang punya jabatan. Namun, itu semua belum bernilai.


Semoga Allah membimbing kita agar bisa menata hati kita dalam berinteraksi dengan dunia, menjadikannya di tangan, bukan di hati. Wallahu a'lam bish-shawab.